Mulai 1 Januari 2020, iuran BPJS Kesehatan naik hingga lebih dari dua kali lipat. Kenaikan ini disinyalir sebagai akibat kinerja keuangan BPJS Kesehatan yang terus merugi sejak lembaga ini berdiri pada 2014. Oleh karena itu, diperlukan stimulus agar lembaga tersebut dapat tetap berjalan melayani masyarakat yang membutuhkan fasilitas kesehatan. Namun, di sisi lain, kenaikan premi BPJS Kesehatan juga bisa menimbulkan persoalan lainnya. Kenaikan premi BPJS Kesehatan ini diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani pada 24 Oktober 2019. Dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta mandiri kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP). Adapun besaran iuran yang harus dibayarkan yaitu Rp 160.000 untuk kelas I dari sebelumnya Rp 80.000, sedangkan pemegang premi kelas 2 harus membayar Rp 110.000 dari sebelumnya Rp 51.000. Sementara itu, kelas 3 sedikit lebih beruntung karena kenaikan yang dialami lebih kecil, yakni dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Tahun ini, BPJS Kesehatan diprediksi akan mengalami defisit hingga Rp 32,8 triliun. "Jangan ragu iuran naik, defisit tak tertangani. Ini sudah dihitung hati-hati oleh para ahli," kata Iqbal di Jakarta, Sabtu (2/11/2019). Namun, bukan kali ini saja defisit terjadi. Bahkan, sejak lembaga itu berdiri sudah mengalami defisit hingga Rp 3,3 triliun. Defisit berlanjut pada 2015 menjadi Rp 5,7 triliun dan semakin membengkak menjadi Rp 9,7 triliun pada 2016. Sementara pada 2017, defisit hanya sedikit mengalami kenaikan yakni menjadi Rp 9,75 triliun. Adapun pada 2018, defisit yang dialami mengalami penurunan menjadi Rp 9,1 triliun. Iqbal mengatakan, persoalan defisit ini tidak akan selesai pada tahun ini. Kendati demikian, ia optimistis masalah keuangan itu bisa selesai pada tahun depan. Bahkan, diproyeksikan keuangan BPJS Kesehatan bisa surplus hingga Rp 17,3 triliun. "Di 2020 diperkirakan (keuangan BPJS Kesehatan) surplus. Tentu hal itu bisa terjadi dibarengi dengan perbaikan," ucap dia. Sementara itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai, kenaikan iuran ini sebenarnya merupakan cara pemerintah untuk berkolaborasi dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang prima. Dengan kenaikan ini, masyarakat yang sehat dan memiliki kemampuan lebih, dapat membantu masyarakat yang sakit dan yang lebih membutuhkan. "Sebab kala orang iuran BPJS itu kan untuk dirinya sendiri. Yang tidak miskin itu untuk dirinya sendiri. Andai kata dirinya tidak memerlukan, sehat terus, juga untuk menolong orang lain.
Artinya BPJS itu bentuk layanan sosial baik dari pemerintah maupun masyarakat," kata Ma'ruf di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (1/11/2019). Tak ada jaminan pelayanan meningkat Warga berjalan di lobi kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jakarta Timur, di Jakarta, Rabu (30/10/2019). Presiden Joko Widodo resmi menaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2020 bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja menjadi sebesar Rp42 ribu per bulan untuk kelas III, Rp110 ribu per bulan untuk kelas II dan Rp160 ribu per bulan untuk kelas I.
Presiden Joko Widodo resmi menaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2020 bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja menjadi sebesar Rp42 ribu per bulan untuk kelas III, Rp110 ribu per bulan untuk kelas II dan Rp160 ribu per bulan untuk kelas I. Sejatinya, kenaikan sebuah iuran dibarengi dengan peningkatan pelayanan kepada mereka yang membayarnya. Hal itu pula yang ditekankan Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh. Menurut dia, selama ini masyarakat kerap mengeluhkan pelayanan yang diberikan rumah sakit kepada pasien BPJS Kesehatan. "Jangan sampai kenaikan BPJS ini hanya sekadar naik secara jumlah iurannya, tapi pelayanannya tidak berubah," kata Nihayatul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Politisi PKB ini mengaku tak sepakat dengankenaikan ini. Sebab, ia khawatir ini hanya menjadi dalih pemerintah untuk menutupi defisit anggaran BPJS Kesehatan. "Kita tidak mau kalau hanya naik untuk menutupi kekurangan, tapi tidak ada kenaikan dalam hal pelayanan," ucap dia. Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik, IDI: Belum Tentu Pelayanan Naik Di lain pihak, Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi menduga, kenaikan ini tak lebih dari sekadar 'gali lubang, tutup lubang'. Artinya, risiko terjadinya defisit anggaran masih sangat mungkin terjadi kembali pada kemudian hari. "Yang kita takutkan iurannya akan menutup defisit saja, tapi memang perlu negara langsung mengatasi terkait masalah defisit ini," kata Adib dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (2/11/2019). Ia juga ragu bahwa kenaikan ini akan diikuti dengan peningkatan pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit. Sebab, keputusan pemerintah menaikkan iuran ini tak lebih didasarkan pada persoalan menutupi defisit semata. "Saya masih belum bisa mengatakan bahwa kenaikan iuran akan berdampak pada kualitas pelayanan baik karena konsepnya hanya berbicara konsep mengatasi defisit saja," ujar dia. Meski demikian, ia sepakat bahwa persoalan defisit ini harus segera ditangani. Apalagi, banyak tenaga medis yang belum menerima bayaran akibat tunggakan pembayaran premi. Keterlambatan itu pulalah yang pada akhirnya turut menjadi faktor kurang maksimalnya pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan. "Problem di dalam kesehatan sekarang dalam sistem pelayanan kondisinya adalah emergency in health care, indanger in health care," ucap dia. Di lain pihak, alih-alih mengatasi persoalan defisit keuangan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan juga berpotensi menimbulkan persoalan baru di lapangan. Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar mengatakan, kenaikan ini bisa semakin menekan masyarakat yang tidak mampu dalam membayar premi. Ia mengaku, BPJS Watch telah menerima aduan masyarakat dari berbagai daerah yang merasa khawatir dengan naiknya iuran ini. Kekhawatiran ini terutama dirasakan oleh mereka yang tidak terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). "Kan banyak yang tidak mampu tapi tidak semua ter-cover kan oleh APBD, tidak semua ter-cover oleh APBN sebagai PBI. Nah kalau sudah begitu bagaimana? Padahal dia sakit," kata Indra. Baca juga: Kenaikan Iuran BPJS Dinilai Akan Bebani Peserta Mandiri Kategori Kurang Mampu Hal senada disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Menurut dia, ada dua fenomena yang mungkin akan muncul pascakenaikan iuran ini. Pertama, masifnya masyarakat menurunkan kelas mereka karena merasa tidak mampu membayar premi yang dibebankan. "Misalnya dari kelas satu turun ke kelas dua dan seterusnya," kata Tulus dalam keterangan tertulis, Rabu (30/10/2019).
Fenomena kedua yaitu munculnya tunggakan yang lebih besar, khususnya dari golongan mandiri yang saat ini tunggakannya telah mencapai 46 persen. "Jika kedua fenomena itu menguat, maka bisa menggegoroti finansial BPJS Kesehatan secara keseluruhan," ucap dia. anggota Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Perssi) Hermawan Saputra mengkhawatirkan, masifnya migrasi kelas para peserta jaminan kesehatan ini dikhawatirkan menyebabkan rumah sakit semakin kewalahan dalam menangani pasien, sehingga memunculkan persoalan lain. Sebab, para peserta BPJS Kesehatan diduga akan memilih turun ke kelas 3 yang sebetulnya sudah penuh diisi oleh peserta BPJS Kesehatan yang bertatus penerima bantuan iuran. Padahal, sudah sering ditemui pula kasus-kasus di mana rumah sakit terpaksa menolak pasien lantaran daya tampung sudah penuh. "Ini kekhawatiran ya, kekhawatiran kami akan makin banyak yang tidak tertangani," ujar Hermawan. Cleansing Suasana pelayanan di kantor BPJS Ungaran. Masyarakat memertimbangkan turun kelas agar tetap jadi anggota BPJS. Suasana pelayanan di kantor BPJS Ungaran. Masyarakat memertimbangkan turun kelas agar tetap jadi anggota BPJS.
Memberikan pelayanan kesehatan yang baik sudah menjadi tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat. Bahkan, di dalam Tap MPR X Tahun 2001, ada amanat yang mewajibkan pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 15 persen di dalam postur APBN. Untuk mengatasi beban pemerintah yang terlalu besar, Tulus menyarankan agar pemerintah dan manajemen BPJS melakukan langkah langkah strategis, seperti melakukan cleansing data golongan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Hal ini untuk menyisir para peserta PBI yang salah sasaran, sehingga bantuan yang diberikan dapat lebih dioptimalkan untuk mereka yang tidak mampu. "Di lapangan, banyak anggota PBI yang diikutkan karena dekat dengan pengurus RT/RW setempat. Jika cleansing data dilakukan secara efektif, maka peserta golongan mandiri kelas III langsung bisa dimasukkan menjadi peserta PBI. Dari sisi status sosial ekonomi golongan mandiri kelas III sangat rentan terhadap kebijakan kenaikan iuran," ucap dia.
Selasa, 12 November 2019
SIKAT GIGI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang,
agar terwujud derajat kesehatan yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilakukan
melalui pendekatan peningkatan pengetahuan, pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu,
dan berkesinambungan.
Pengetahuan orang tua sangat penting dalam
mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan
gigi dan mulut anak. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun
secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Orang tua dengan pengetahuan
rendah mengenai kebersihan gigi dan mulut merupakan faktor predisposisi dari
perilaku yang tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak.
Banyak orang tua yang mengeluhkan bahwa
perawatan gigi anak, sulit dan memerlukan banyak waktu. Keluhan ini dapat di mengerti bahwa banyak orang tua
yang belum sadar betul akan perlunya perawatan gigi anak. Umumnya orangtua
beranggapan bahwa gigi anak-anak tidak perlu dirawat karna akan diganti dengan
gigi dewasa . Peran orang tua juga sangat penting untuk menjaga
kesehatan anak-anaknya, apalagi untuk urusan kesehatan gigi. Perilaku dan
kebiasaan ibu dapat dicontoh oleh anak. Pengetahuan ibu tentang kesehatan gigi
akan sangat menentukan status kesehatan gigi anaknya kelak.
Gigi bagi seorang anak penting dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri. Fungsi gigi sangat
diperlukan dalam masa kanak-kanak yaitu sebagai alat pengunyah, membantu dalam
berbicara, keseimbangan wajah, penunjang estetika wajah anak dan khususnya gigi
sulung berguna sebagai panduan pertumbuhan gigi permanen. Anak usia
prasekolah adalah anak yang berusia antara 2 sampai 6 tahun dimana pada masa
ini anak telah mencapai kematangan dalam berbagai macam fungsi motorik dan
diikuti dengan perkembangan Intelektual dan sosio emosional. Anak usia dini biasa mengikuti program
prasekolah.
Karies gigi merupakan penyakit yang sangat
luas dijumpai diseluruh dunia pada zaman sekarang, walaupun penularan penyakit
ini dari satu orang ke orang lain tidak dijumpai. Karies gigi sudah dapat
terjadi pada anak-anak usia 3-4 tahun.
Masalah kesehatan gigi di Indonesia dapat
dikatakan cukup tinggi. Prevalensi
karies di Indonesia mencapai 90% dari populasi anak balita. Menurut laporan
penelitian oleh pengendalian dan pencegahan penyakit pada tahun 2007
menunjukkan bahwa karies gigi telah meningkat khususnya pada anak usia balita
dan anak prasekolah, yaitu dari 24% menjadi 28% dimana pada anak usia 2-5 tahun
meningkat menjadi 70% dari karies yang ditemukan. Data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 masalah kesehatan gigi dan mulut mencapai presentasi
sebesar 25,9%.
Praktek kebersihan mulut oleh individu merupakan tindakan
pencegahan yang paling utama dianjurkan, juga berarti individu tadi telah
melakukan tindakan pencegahan yang sesungguhnya,
praktek kebersihan mulut ini dapat dilakukan individu dengan cara menggosok
gigi. Menggosok gigi berfungsi untuk menghilangkan dan mengganggu pembentukan plak dan debris, membersihkan sisa
makanan yang menempel pada gigi, menstimulasi jaringan gingiva, menghilangkan
bau mulut yang tidak diinginkan. (Depkes RI, 2004)
Perilaku menggosok gigi pada anak harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
tanpa ada perasaan terpaksa. Kemampuan menggosok gigi secara baik dan benar
merupakan faktor yang cukup penting untuk perawatan kesehatan gigi dan mulut.
Keberhasilan menggosok gigi juga dipengaruhi oleh faktor penggunaan alat,
metode menggosok gigi, serta frekuensi dan waktu menggosok gigi yang
tepat.(Houwink, 1994)
Teknik menyikat gigi yang tepat
sangat penting dalam mencapai kebersihan gigi dan mulut. Banyak anak yang tidak
diberi pengetahuan tentang cara menyikat gigi. Keberhasilannya juga masih
tergantung pada pasta gigi, jenis sikat, waktu menyikat, dan metode menyikat
gigi yang digunakan. Metode menyikat gigi manual termasuk Bass, Stillman,
Fones, Charter, horizontal, vertikal, Scrub, dan Roll telah diajarkan selama
beberapa decade
Metode Audio Visual merupakan alat
peraga yang bersifat dapat didengar dan dapat dilihat yang dapat membantu siswa
dalam belajar mengajar yang berfungsi memperjelas atau mempermudah dalam memahami bahasa yang sedang
dipelajari. Hal ini sejalan dengan penelitian Ika dan Iwan pada tahun (2014)
dengan judul penelitian pengaruh media audio visual (Video) terhadap hasil
belajar siswa, yang mengatakan bahwa menggunakan metode Audio visual lebih
efektif dibandingkan dengan menggunakan metode konvensional.
·
Tujuan
Untuk
mengetahui tingkat keterampilan menggosok gigi pada anak sebelum dan sesudah
diberikan penyuluhan melalui metode audiovisual dan simulasi.
CARIES
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kesehatan gigi merupakan suatu masalah kesehatan yang
memerlukan penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas
serta mempunyai dampak luas yang meliputi: faktor fisik, mental maupun sosial
bagi individu yang menderita penyakit gigi. Gigi merupakan bagian dari alat
pengunyahan pada sistem pencernaan dalam tubuh manusia. Masalah utama kesehatan
gigi dan mulut pada anak ialah karies gigi. (Worotitjan, Mintjelungan, Gunawan,
2013:60).
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang
ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi mulai dari
email, dentin, dan meluas ke arah pulpa. Karies dikarenakan berbagai sebab,
diantaranya adalah karbohidrat, mikroorganisme dan air ludah, permukaan dan
bentuk gigi, serta dua bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk gigi
berlubang adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Jika dibiarkan tidak
diobati, penyakit dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan gigi, dan infeksi.
(Tarigan, 2013:1).
Pada anak sekolah, karies gigi merupakan masalah yang
penting karena tidak saja menyebabkan keluhan rasa sakit, tetapi juga
menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya sehingga mengakibatkan menurunnya
produktivitas. Kondisi ini tentu akan mengurangi frekuensi kehadiran anak ke
sekolah, mengganggu konsentrasi belajar, mempengaruhi nafsu makan dan asupan
makanan sehingga dapat memengaruhi status gizi dan pada akhirnya dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik. Umumnya anak- anak memasuki usia
sekolah mempunyai risiko karies yang tinggi karena pada usia sekolah ini
anak-anak biasanya suka jajan makanan dan minuman sesuai keinginannya.
(Worotitjan, Mintjelungan, Gunawan, 2013: 60).
Pada usia 6-12 tahun diperlukan perawatan lebih
intensive karena pada usia tersebut terjadi pergantian gigi dan tumbuhnya gigi
baru. Pada usia 12 tahun semua gigi primer telah tanggal dan mayoritas gigi
permanen telah tumbuh. Anak memasuki usia sekolah mempunyai risiko mengalami
karies makin tinggi. Banyaknya jajanan di sekolah, dengan jenis makanan dan
minuman yang manis, sehingga mengancam kesehatan gigi anak. Ibu perlu mengawasi
pola jajan anak di sekolah. Jika memungkinkan, anak tidak dibiasakan untuk
jajan di sekolah sama sekali. (Worotitjan, Mintjelungan, Gunawan, 2013: 60).
Pada anak Sekolah Dasar, secara umum anak yang
mengalami karies gigi mulai dari umur 6-12 tahun, namun dari hasil berbagai
banyak penelitian yang mengalami karies gigi diantaranya anak berusia di bawah
12 tahun, salah satunya ialah anak berusia 10 tahun. Pemilihan anak 10 tahun
karena sebelumnya perlu diketahui bahwa terjadinya karies tidak berlangsung
dalam hitungan detik, melainkan dalam hitungan bulan ataupun tahun. Dimana
karies terjadi melewati beberapa tahap dan dipengaruhi oleh beberapa faktor di
dalamnya dan melewati beberapa proses dengan adanya proses demineralisasi dan
remineralisasi pada gigi.
Anak prasekolah mengalami proses pembentukan karies
karena kurangnya perhatian terhadap makanan sehari–hari dan menyikat gigi. Dan
pada umur 3- 6 tahun berdasarkan tahap tumbuh kembang, anak tersebut mulai
melakukan sesuatu berdasarkan keinginanya salah satunya mulai mencoba berbagai
rasa makanan dalam bentuk apapun sehingga dapat memberikan dampak buruk bagi
gigi apabila anak tersebut tidak memerhatikan solusi pencegahan timbulnya
karies.
Anak yang memiliki pola makan buruk pada tahun 3-6
tahun bisa saja menimbulkan terjadinya karies pada umur 10 tahun, karena
kebiasaan buruk yang dilakukan tersebut sebelum tanggalnya keseluruhan gigi
primer (susu) pada anak umur 10 tahun. Dapat diketahui mulai tanggalnya gigi
pada anak pada usia 6-8 tahun, dan tumbuhnya gigi permanen pada usia 12 tahun.
Dari adanya hal tersebut dapat ditarik kesimpulan ingin mengetahui anak umur 10
tahun dapat mengalami karies sebelum terjadinya penanggalan keseluruhan gigi
susu dan tumbuhnya gigi susu di umur 5-6 tahun pada rahang bawah dan umur 7-8
tahun pada rahang atas, mengalami “karies atau tidak”.
Menurut WHO (2003), bahwa 90% dari anak-anak usia
sekolah di seluruh dunia dan sebagian besar orang dewasa pernah menderita
karies. Menurut penelitian negara-negara Eropa, Amerika, dan Asia, termasuk
Indonesia, ternyata 80- 95% dari anak- anak dibawah umur 18 tahun terserang
karies gigi. (Yohandri, 2012 dalam Tamrin, Afrida, Jamaluddin, 2014, p. 14).
Umumnya penderita gigi berlubang tersebut adalah
anak-anak sesuai data Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). Pada tahun 2007,
penderita gigi berlubang di Indonesia mencapai 72,1 %. Dari persentase ini,
hanya satu persen yang berhasil ditambal. Survei Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2010 menunjukkan prevalensi penduduk Indonesia yang menderita
karies gigi sebesar 80% – 90% dimana diantaranya adalah golongan anak. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebesar 30% penduduk Indonesia
mempunyai masalah gigi dan mulut. Dilihat dari kelompok umur, golongan umur
muda lebih banyak menderita karies gigi dibanding umur 45 tahun keatas umur
10-24 tahun karies giginya adalah 66,8-69,5% umur 45 tahun keatas 53,3% dan
umur 65 tahun keatas sebesar 43,8% keadaan ini menunjukkan karies gigi banyak
terjadi pada golongan usia produktif. (Kartikasari, Nuryanto, 2014: 415).
Di Puskesmas Sikapak Pariaman Utara menunjukkan
prevalensi karies sebesar 37,6% dan yang mempunyai pengalaman karies sebesar
58,1%. Jenis perawatan yang paling banyak diterima penduduk yang mengalami
masalah gigi-mulut, yaitu ‘pengobatan’ (83,6%), disusul penambalan, pencabutan,
dan bedah gigi (46,8%). Konseling perawatan, kebersihan gigi dan pemasangan
gigi tiruan lepasan atau gigi tiruan cekat relatif kecil, masing-masing 10,7%
dan 4,8%.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut yang
diuraikan di atas maka penulis tertarik mengangkat tentang, Faktor Yang
Berhubungan Dengan Timbulnya Karies Gigi di Puskesmas Sikapak Pariaman Utara.
B.
Tujuan
Penelitian
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor yang berhubungan dengan timbulnya karies gigi pada wilayah
kerja Puskesmas Sikapak, Pariaman Utara.
Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui hubungan pola makan dengan timbulnya karies gigi pada wilayah kerja
Puskesmas Sikapak, Pariaman Utara.
b. Untuk
mengetahui hubungan kebiasaan menyikat gigi dengan timbulnya karies gigi pada wilayah kerja Puskesmas Sikapak, Pariaman
Utara.
c. Untuk
mengetahui hubungan produksi saliva dengan timbulnya karies gigi pada wilayah
kerja Puskesmas Sikapak, Pariaman Utara.
C.
Manfaat
Sebagai proses pembelajaran untuk mengembangkan
kemampuan dalam melakukan kajian ilmiah dibidang keperawatan serta syarat untuk
menyelesaikan studi. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan
ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi dunia keperawatan dalam kesehatan
khususnya mahasiswa (i) Poltekkes Kemenekes Semarang. Sebagai bahan referensi
untuk lebih meneliti dalam melakukan tindakan keperawatan terhadap anak yang
menderita karies gigi. Memberikan sumbangsih pengetahuan di bidang keperawatan gigi
dalam rangka pengembangan dan kemandirian profesi keperawatan gigi.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Gigi
Gigi adalah jaringan tubuh yang sangat keras dibanding
yang lainnya. Strukturnya berlapis-lapis mulai dari email yang keras, dentin
(tulang gigi) di dalamnya, pulpa yang berisi pembuluh darah, pembuluh saraf,
dan bagian lain yang memperkokoh gigi. Namun demikian, gigi merupakan jaringan
tubuh yang mudah sekali mengalami kerusakan. Gigi merupakan bagian dari alat
pengunyahan pada sistem pencernaan dalam tubuh manusia. (Irma, Intan, 2013:
10).
Manusia mempunyai 2 macam gigi dalam hidupnya yaitu
gigi susu (gigi primer) dan gigi tetap (gigi permanen). Gigi susu yaitu gigi
yang tumbuh mulai usia 6 bulan yang jumlahnya 20 buah. Sedangkan gigi permanen
(sekunder) yaitu gigi yang berangsur–angsur tanggal, berjumlah 32 buah yang
terjadi muncul usia 6 tahun sampai 14 tahun. Gigi terakhir (molar 3) akan
bererupsi pada masa usia 17 sampai 21 tahun. (Isro’in, Andarmoyo, 2012: 33).
Adapun
macam – macam gigi antara lain:
·
Gigi Seri (Incisivus)
Gigi ini letaknya berada di depan, bentuknya seperti
pahat dan berfungsi untuk memotong makanan (mastikasi) dan mengiris makanan.
Jumlahnya ada 8, dengan pembagian 4 berada di rahang atas dan 4 berada di
rahang bawah. Gigi seri susu mulai tumbuh pada bayi usia 4–6 bulan, kemudian
diganti dengan gigi seri permanen pada usia 5–6 tahun pada rahang bawah dan pada
usia 7–8 tahun pada rahang atas.
·
Gigi Taring (Caninus)
Posisi gigi ini terletak pada sudut mulut, bentuknya
runcing di sebelah gigi seri, dan merupakan gigi yang paling panjang dalam
rongga mulut. Fungsinya adalah untuk mengiris makanan. Jumlahnya ada 4, dengan
pembagian 2 ditiap rahang, 1 di kiri dan 1 di kanan. Gigi susu caninus ini
diganti dengan gigi caninus permanen pada usia 11–13 tahun.
·
Gigi Geraham Kecil
(Premolar)
Gigi ini jumlahnya 8, dengan pembagian 4 ditiap
rahang, 2 di kiri dan 2 di kanan. Gigi ini hanya ada pada gigi dewasa, dan
letaknya berada di belakang caninus. Tumbuh pada usia 10–11 tahun dan
menggantikan posisi dari gigi molar susu. Bersama gigi molar, gigi ini
berfungsi untuk melumatkan makanan.
·
Gigi Geraham (Molar)
Gigi molar susu berjumlah 8 seperti gigi premolar,
kemudian lepas pada usia 10–11 tahun dan digantikan oleh gigi premolar.
Sedangkan gigi molar permanen tumbuh di belakang gigi premolar setelah gigi
molar susu lepas dan digantikan oleh gigi premolar. Jumlah dari gigi molar
permanen adalah 12, dengan pembagian 6 di tiap rahang, 3 di tiap sisi kanan dan
kiri.
B.
Karies
Karies dalam bahasa Indonesia, sebenarnya bukan
istilah untuk lubang gigi. Dalam sebuah situs kedokteran gigi dijelaskan bahwa
“Karies adalah istilah untuk penyakit infeksi”, dimana karies yang terjadi pada
gigi disebut karies gigi. (Mumpuni, Pratiwi, 2013:6).
Karies
gigi adalah suatu
proses penghancuran setempat
jaringan kalsifikasi yang dimulai
pada bagian permukaan
gigi melalui proses dekalsifikasi lapisan
email gigi yang
diikuti oleh lisis struktur
organik secara enzimatis sehingga
terbentuk kavitas (lubang)
yang bila didiamkan akan
menembus email serta
dentin dan dapat
mengenai bangian pulpa (Dorland, 2010).Karies gigi merupakan proses
kerusakan gigi yang dimulai dari enamel terus ke dentin. Proses tersebut
terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors) di dalam rongga mulut yang
berinteraksi satu dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut
meliputi faktor gigi,
mikroorganisme, substrat dan
waktu (Chemiawan, 2004).
Karies gigi adalah kerusakan jaringan keras gigi yang
disebabkan oleh asam yang ada dalam karbohidrat melalui perantara
mikroorganisme yang ada dalam saliva. (Irma, Intan, 2013: 18).
Karies gigi pada anak umumnya terjadi pada saat mereka
masih memiliki gigi susu. Hal tersebut terjadi karena adanya plak yang menumpuk
dari sisa makanan pada gigi. Proses lepasnya gigi susu dan berganti dengan gigi
tetap biasanya terjadi sejak anak usia sekolah dasar berusia 6 sampai 8
tahun. Pada usia 12 tahun semua gigi
primer telah tanggal dan mayoritas gigi permanen telah tumbuh.
Adapun
perlu diketahui jenis-jenis karies berdasarkan stadium karies:
·
Karies Superfisialis
Karies
baru mengenai email saja, sedang dentin belum terkena.
·
Karies Media
Karies
sudah mengenai dentin tapi belum mengenai setengah dentin
·
Karies Profunda
Karies
sudah mengenai setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
C.
Etiologi
Ada empat kriteria utama yang diperlukan untuk
pembentukan karies: permukaan gigi (email atau dentin), bakteri penyebab
karies, substrat atau makanan (seperti sukrosa), dan waktu. Proses karies tidak
memiliki hasil yang tak terelakkan, dan setiap individu berbeda terhadap
kerentanan tergantung pada bentuk gigi, kebiasaan kebersihan mulut, dan
kapasitas produksi saliva mereka. (Hongini, Aditiawarman, 2012: 40).
Faktor
Penyebab Terjadinya Karies:
1. Host
(Gigi)
Gigi sebagai tuan rumah untuk hidupnya mikroorganisme
yang ada dalam mulut. Sembilan puluh
enam persen dari enamel gigi terdiri dari mineral, mineral ini terutama
hidroksiapit, akan menjadi larut bila terkena lingkungan asam. Pada gigi
produksi saliva memainkan peranan penting terhadap kemungkinan terjadinya
karies gigi. Kuman akan menempel pada permukaan gigi dan bagian yang tidak
dapat dibersihkan dengan air liur. Jika gigi kesulitan dibersihkan oleh air
liur maka bakteri akan diubah menjadi asam yang dapat membentuk lubang kecil
pada permukaan gigi.
2. Bakteri
Mulut mengandung berbagai bakteri mulut, tetapi hanya
beberapa spesies tertentu dari bakteri yang diyakini menyebabkan gigi karies:
Streptococcus Mutans dan Lactobacillus diantara mereka. Lactobacillus
Acidopilus, Actynomices Piscoccus, Nocardia spp, dan Streptococcus Mutans yang
paling dekat hubungannya dengan karies. Bakteri akan memanfaatkan makanan
terutama yang mengandung tinggi gula untuk energi dan menghasilkan asam.
3. Substrat
atau makanan
Dalam kehidupan sehari-hari kita makan-makanan yang
bermacam-macam. Makanan seperti nasi, sayuran, kacang-kacangan. Selain itu juga
jenis makanan yang lengket, lunak, dan mudah terselip di gigi dan sisa makanan
yang tertinggal pada permukaan gigi bila tidak segera dibersihkan maka akan
menimbulkan bakteri sehingga merusak gigi. Frekuensi makan lebih dari tiga kali
sehari, seperti 20 menit 1 kali makan makanan manis sehingga kerusakan gigi
akan lebih cepat. (Irma, Intan,
2013:19).
4. Waktu
Proses karies dapat mulai dalam beberapa hari gigi
tersebut meletus ke dalam mulut jika diet tersebut cukup kaya karbohidrat yang
cocok. Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama
berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri
atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila
saliva ada didalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam
hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. (Hongini,
Aditiawarman, 2012: 42).
D.
Epidemiologi
Masalah karies
gigimasih mendapat perhatian
karena sampai sekarang penyakit tersebut masih menduduki urutan tertinggi dalam masalah
penyakit gigi dan mulut, yaitu penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan
masyarakat Indonesia dan menempati urutan
keempat penyakit termahal
dalam pengobatan (Direktorat Kesehatan Gigi Departemen
Kesehatan RI,1994)
Berdasarkan
hasil riset kesehatan
dasar (Riskesdas) Indonesia tahun
2007 didapatkan peningkatan jumlah kerusakan gigi seiring dengan bertambahnya usia yaitu
pada kelompok usia 35-44 tahun DMF-T rata-rata 4,46 sedangkan kelompok usia >65
tahun sebesar 18,33. Keadaan
tersebut dapat disebabkan
karena kebersihan mulut yang
buruk. Hal ini dapat dilihat dari penduduk kelompok usia 55-64 tahun yang menyikat gigi dengan benar (sesudah
makan pagi dan sebelum tidur malam) 5,4
% sedangkan kelompok usia >65tahun hanya 3,5%.
Berdasarkan
teori Blum, status
kesehatan gigi dan
mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi
oleh empat faktor
penting yaitu keturunan,
lingkungan (fisik maupun social
budaya), perilaku, dan
pelayanan kesehatan.Dari keempat faktor tersebut,
perilaku memegang peranan
yang penting dalam
mempengaruhi status kesehatan gigi
dan mulut.Di samping
mempengaruhi kesehatan gigi
dan mulut secara langsung, perilaku juga dapat mempengaruhi faktor
lingkungan dan pelayanan kesehatan. Perilaku menurut Lewin merupakan fungsi
hubungan antara individu dan lingkungannya(Boedihardjo,1985
;Herijuliantidkk.,2001).
E.
Proses
Pembentukan Karies Gigi
Mulut merupakan tempat berkembangnya bakteri. Bakteri
akan mengubah gula dan karbohidrat yang dimakan menjadi asam. Bakteri ini ada
yang membentuk suatu lapisan lunak dan lengket yang disebut sebagai plak yang
menempel pada gigi. Plak ini biasanya sangat mudah menempel pada permukaan
kunyah gigi, sela-sela gigi, keretakan pada permukaan gigi, dan batasan antara
gigi dan gusi. Proses hilangnya mineral dari struktur gigi dinamakan
demineralisasi, sedangkan bertambahnya mineral dari struktur gigi dinamakan
remineralisasi. Kerusakan gigi terjadi apabila demineralisasi lebih besar dari
pada proses remineralisasi.
Asam yang merusak dalam bentuk plak menyerang mineral
pada permukaan luar email gigi. Erosi yang ditimbulkan plak akan menciptakan
lubang kecil pada permukaan email yang awalnya tidak terlihat. Bila email
berhasil ditembus, maka dentin yang lunak dibawahnya dapat terkena. Bila
bakteri sampai ke pulpa yang sensitif maka terjadi peradangan pulpa. Pembuluh
darah dalam pulpa akan membengkak, sehingga timbul rasa nyeri. (Ramadhan, 2010:
56)
F.
Tanda
dan Gejala Karies Gigi
Tanda awal dari lesi karies adalah bercak putih pada
permukaan gigi, ini menunjukkan area demineralisasi enamel, dan dapat berubah
menjadi cokelat tapi akhirnya akan berubah menjadi sebuah kavitasi (rongga).
Sebuah lesi yang muncul cokelat dan mengkilat menunjukkan karies gigi pernah
hadir tapi proses demineralisasi telah berhenti, meninggalkan noda. Sebuah
bercak cokelat yang kusam dalam penampilan mungkin tanda karies aktif. Setelah
pembusukan melewati email, dentin, yang memiliki bagian-bagian ke saraf gigi,
dapat menyebabkan sakit gigi serta linu pada gigi yang berlubang apabila gigi
tersebut terkena ransangan dingin, panas, makanan asin dan manis. Rasa sakit
dan linu akan menghilang sekitar 1 sampai 2 detik setelah ransangan
dihilangkan. Gigi karies juga dapat menyebabkan bau mulut. (Hongini,
Aditiawarman, 2012: 39).
G.
Pencegahan
Karies
Pengenalan karies pada tahap dini sangat diperlukan
sehingga akan didapatkan hasil yang maksimal dari tindakan preventif dan
restorasi. Pada saat ini, sebagian besar anak–anak usia 5 tahun masih banyak
yang belum melakukan pemeriksaan pertamanya ke dokter gigi. Orang tua
seharusnya mendorong dan membawa anak mereka untuk chek up kesehatan gigi
sesegera mungkin setelah anak memiliki gigi, yaitu biasanya pada usia 6 bulan.
Usaha
– usaha pencegahan karies gigi:
1) Penyuluhan
diet
Diet merupakan salah satu faktor yang penting dalam
melakukan pencegahan karies. Untuk anak–anak dengan masalah karies yang berat,
dokter gigi harus mengevaluasi semua faktor etiologi termasuk pola makan dan
diet. (Achmad, 2012: 19).
2) Pemberian
fluor
Pemberian fluor merupakan hal yang efektif dalam
mencegah karies karena kombinasi dalam penggunaannya untuk tujuan yang sama.
Tujuan utama pemberian fluor adalah untuk meningkatkan remineralisasi email
gigi dan meningkatkan resistensi email terhadap demineralisasi serta menurunkan
produksi asam di dalam plak. Tambahan pemberian flour dapat berupa tetes atau
tablet. Obat ini biasanya dikumurkan dalam mulut sekitar 30 detik kemudian
dibuang.
3) Pemeliharaan
oral hygiene
Pemeliharaan oral hygiene sangat penting dilakukan
untuk mencegah terjadinya karies gigi. Tujuan dari kebersihan mulut adalah
untuk meminimalkan penyakit etiologi di mulut. (Achmad, 2010: 20).
4) Penyuluhan
kesehatan gigi di sekolah
Penyuluhan tentang kesehatan gigi ini sering ditujukan
pada anak–anak diharapkan mampu menjaga dirinya untuk mencegah terjadinya
penyakit gigi dan mulut setelah dilaksankan penyuluhan di sekolah, serta mampu
mengambil tindakan yang tepat apabila ada gejala–gejala pada kelainan pada gigi
dan mulutnya. Peningkatan pemahaman kesehatan gigi dan mulut siswa dapat
diwujudkan dengan mendirikan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Kegiatan dari
UKGS meliputi pendidikan, pencegahan, dan pengobatan akan tetapi dapat juga
menghadirkan seorang dokter gigi yang melakukan kunjungan rutin ke sekolah
tersebut bila diperlukan. (Achmad, 2010:20).
H.
Perawatan
Karies
Perawatan gigi anak memerlukan suatu perencanaan yang
baik dan sehingga anak mendapatkan perawatan yang seoptimal mungkin. Pada
dasarnya perawatan gigi anak harus tuntas artinya harus selesai tanpa
menimbulkan sakit lagi (Achmad, 2013:14).
1)
Perawatan awal adalah
perawatan pada masing-masing gigi yang mengawali perawatan selanjutnya.
Perawatan awal antara lain adalah pembersihan gigi, pemberian obat sistemik
(misalnya antibiotik), perawatan endodontik, dan pencabutan. Antibiotik yang
diberikan misalnya obat yang tidak berpengaruh terhadap perubahan warna gigi
antara lain preparat eritromisin, amoxillin, dan ampicillin.
2)
Perawatan akhir seperti
pembuatan gigi palsu, pencabutan dan penambalan gigi.
I.
Pengobatan
Karies
Tujuan pengobatan adalah untuk melestarikan struktur
gigi dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada gigi. Secara umum, pengobatan
dini kurang menyakitkan dan lebih murah dibandingkan pengobatan kerusakan yang
luas. Anastesia, nitroksida atau medicantiosa resep lain mungkin diperlukan
dalam beberapa kasus untuk menghilangkan rasa sakit selama atau setelah
pengobatan atau untuk mengurangi kecemasan selama pengobatan. Sebuah handpiece
gigi (bor) digunakan untuk menghapus sebagaian besar bahan yang membusuk dari
gigi. (Hongini Aditiawarman, 2012: 53).
J.
Kebiasaan
Menyikat Gigi
a. Definisi
Menyikat Gigi
Menyikat gigi adalah membersihkan gigi dari partikel
makanan, plak, bakteri, dan mengurangi ketidaknyamanan dari bau dan rasa yang
tidak nyaman. Kebiasaan menyikat gigi merupakan suatu kegiatan atau rutinitas
dalam hal membersihkan gigi dari sisa–sisa makanan untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan gigi dan mulut (Tamrin, Afrida, Jamaluddin, 2014: 17).
Dengan melihat efisiensi waktu dan saat makannya serta
hasilnya, frekuensi sikat gigi yang baik
bagi anak adalah dua kali sehari. Teknik menyikat gigi pada anak harus
merupakan teknik menyikat sederhana dan mudah dimengerti.
Anak usia sekolah biasanya kurang kesadaran untuk
memerhatikan perilaku kebersihan mulut sehingga kesehatan gigi anak berkurang.
Peningkatan kebersihan mulut dilakukan dengan menggunakan sikat gigi yang
dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi secara teratur. Usia paling rentan
terjadi karies gigi adalah usia 4-8 tahun pada gigi primer dan 12-18 tahun pada
gigi tetap.
b. Cara
menyikat gigi
Cara menyikat gigi yang benar 4 tepat 5 sempurna.
Dimana saat ini banyak yang bertanya bagaimanakah cara menyikat atau
membersihkan gigi yang tepat dan efektif?
Kita hanya perlu mengingat 4 tepat saja yaitu tepat
alat, tepat cara, tepat waktu, dan tepat target. Sementara kebanyakan orang
maunya yang cepat – cepat saja yaitu cepat mulai dan cepat selesai yang
akhirnya gigi juga jadi cepat berlubang. (Erwana, 2013:19).
c. Tepat
alat
Tepat alat disini maksudnya adalah harus benar dalam
memilih alat yang digunakan untuk membersihkan gigi, yaitu sikat gigi. Berikut
adalah kriteria sikat gigi yang baik ialah gagang sikat harus lurus supaya
memudahkan mengontrol gerakan penyikatan. Kepala sikat tidak lebar, bulu sikat
halus dan membuat supaya tidak melukai jaringan lunak lain seperti pipi, gusi,
saat menyikat gigi bagian belakang. Sikat gigi hendaknya diganti
sekurang-kurangnya setiap tiga bulan sekali.
d. Tepat
cara
Berikut adalah gerakan menyikat gigi yang tepat :
·
Gerakan untuk bagian luar
gigi depan yaitu ke atas dan ke bawah jangan digosok dengan gerakan menyamping
bolak-balik karena bisa menyebabkan gusi menjadi “iritasi”.
·
Bagian luar gigi belakang
jangan digosok dengan gerakan naik turun, tetapi dengan gerakan maju–mundur
atau memutar. Gerakan naik turun tidak efektif membersihkan gigi belakang
bagian luar.
·
Untuk bagian dalam dari
gigi depan dan belakang harus disikat dengan gerakan menarik.
e. Tepat
waktu
Menyikat gigi pagi hari dilakukan setelah sarapan
bukan saat mandi pagi, kecuali jika mandi paginya setelah sarapan. Sedangkan
waktu menyikat gigi pada malam hari adalah sebelum tidur, bukan setelah makan
malam. Namun terdapat pula waktu menyikat gigi sebaiknya lebih dari 2 kali
sehari yaitu pada waktu selesai makan dan menjelang tidur. Menyikat gigi
setidaknya 2-3 menit. Pada kesempatan dimana kita tidak mungkin melakukannya
segera setelah makan, dianjurkan untuk berkumur dengan air putih.
f.
Tepat target
Meliputi tepat membersihkan daerah yang perlu
dibersihkan. Gigi bukan hanya bagian depan dan bagian luar saja namun, gigi
juga ada di bagian belakang dan dalam. Bagian ini biasanya tidak bahkan lupa
untuk dibersihkan, sehingga memudahkan terjadinya plak.
g. 5
Sempurna
Setelah 4 tepat, saatnya untuk 5 Sempurna dengan
menggunakan alat bantu. Daerah gigi dan mulut yang perlu dibersihkan adalah
gigi, pipi, lidah, dan langit–langit. Jadi selain sikat gigi, kita perlu
menggunakan alat bantu. Pilihan yang bisa digunakan sebagai alat bantu dalam
membersihkan gigi adalah pembersih lidah, obat kumur, dan benang gigi.
Menurut Dingwal (2013: 52-54) peralatan yang dapat
digunakan dalam pembersihan gigi adalah sebagai berikut:
·
Pasta gigi
Pasta gigi adalah produk pembersih mulut yang paling
banyak digunakan meskipun tidak signifikan dalam menghilangan plak. Jenis pasta
gigi tertentu bermanfaat dalam pencegahan kerusakan. Pasta gigi anak
dimaksudkan untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi geligi dan dapat
memberikan rasa serta aroma yang nyaman dalam rongga mulut. Pasta gigi untuk anak
diproduksi dengan kemasan yang bergambar dan berwarna. (Sariningsih, 2012:
206).
Dosis toksik fluorida untuk anak-anak adalah 5 mg/kg
berat badan. Pasta gigi reguler mengandung ion fluorida sampai 1 mg per gram
pasta sehingga pasta seukuran kepala sikat penuh mengandung sekitar 1,5 mg ion
fluorida. (Tarigan, 2013:82).
·
Penggunaan obat kumur
Membersihkan mulut sebagai bagian dari hygiene dasar
memerlukan larutan yang efektif dan lembut bagi pasien. Berkumur dengan
menggunakan kadar flour. Berkumur flour diindikasikan untuk anak yang berumur
di atas enam tahun dan orang dewasa yang mudahterserang karies. Kumur-kumur
antiseptik yang lebih murah dan cukup efektif untuk anak adalah air garam
hangat.
·
Benang gigi
Penggunaan benang gigi merupakan metode pilihan untuk
membersihkan permukaan celah diantara dua gigi. Benang gigi tersebut terbuat
dari bundel nilon tipis atau plastik atau pita sutra yang digunakan untuk
menghilangkan makanan dan plak gigi dari gigi. Benang ini lembut disisipkan
diantara gigi dan digoreskan disepanjang sisi gigi, terutama dekat dengan gusi.
Peranan TGM (Terapis Gigi dan Mulut) dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas
Tugas
pokok :
·
Menyiapkan
alat/bahan/obat/sarana lain untuk pelayanan di unit layanan gigi
·
Melakukan pemeriksaan
terhadap pasien di unit layanan gigi
·
Mencatat data pasien di
buku registrasi unit layanan gigi
·
Menjaga, memelihara, dan
bertanggung jawab atas sarana dan prasarana di
unitnya
·
Melakukan pencatatan dan
pelaporan di unit layanan gigi secara berkala setiap bulan
·
Melaksanakan tugas dinas
lainya yang diberikan oleh atasan
Tugas
Tambahan :
·
Memprogram dan
melaksanakan kegiatan UKGS
·
Secara berkala setahun
dua kali, melakukan pemeriksaan gigi dan memberikan penyuluhan
·
Dalam dunia kesehatan
terdapat beberapa profesi yang berperan untuk memberikan pelayanan kesehatan,
seperti dokter, dokter gigi, perawat, perawat gigi, apoteker, ahli gizi, dan
lain sebagainya.
Masyarakat khususnya masyarakat awam masih
berpikir bahwa profesi kesehatan
mempunyai peran dan fungsi yang sama saat memberikan pelayanan kesehatan.
Sebenarnya setiap profesi mempunyai peran dan fungsi masing-masing dalam
pelayanan kesehatan dan telah diatur batasan peran dalam pelayanan
kesehatan. Pembatasan peran ini
dikarenakan setiap profesi kesehatan memiliki pengetahuan, keahlian, dan
keterampilan yang berbeda-beda. Peran dan fungsi masing-masing profesi kesehatan
professional sangat memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih,
bercahaya dan didukung oleh gusi yang sehat, yaitu gusi yang kencang dan
bewarna merah muda. Untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal, maka
harus dilakukan perawatan secara berkala, sehingga didapatkan kondisi gigi dan
jaringan rongga mulut yang sehat. Hal tersebut dapat dicapai dengan
memeriksakan kesehatan gigi dan mulut ke dokter gigi setiap enam bulan sekali
dan bukan hanya apabila terdapat keluhan saja.
B.
SARAN
Dengan perawatan kesehatan diri yang khususnya rongga
mulut, seperti sikat gigi secara teratur. Maka resiko terjadinya karies gigi
dapat dikuranggi lapisan enamel gigi yang tipis mudah mengalami kerusakan
terutama pada gigimolar sebelum terjadinya karies pada gigi periksalah gigi
anda ke dokter gigi enam bulan sekali.
Langganan:
Postingan (Atom)