BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kesehatan gigi merupakan suatu masalah kesehatan yang
memerlukan penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas
serta mempunyai dampak luas yang meliputi: faktor fisik, mental maupun sosial
bagi individu yang menderita penyakit gigi. Gigi merupakan bagian dari alat
pengunyahan pada sistem pencernaan dalam tubuh manusia. Masalah utama kesehatan
gigi dan mulut pada anak ialah karies gigi. (Worotitjan, Mintjelungan, Gunawan,
2013:60).
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang
ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi mulai dari
email, dentin, dan meluas ke arah pulpa. Karies dikarenakan berbagai sebab,
diantaranya adalah karbohidrat, mikroorganisme dan air ludah, permukaan dan
bentuk gigi, serta dua bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk gigi
berlubang adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Jika dibiarkan tidak
diobati, penyakit dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan gigi, dan infeksi.
(Tarigan, 2013:1).
Pada anak sekolah, karies gigi merupakan masalah yang
penting karena tidak saja menyebabkan keluhan rasa sakit, tetapi juga
menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya sehingga mengakibatkan menurunnya
produktivitas. Kondisi ini tentu akan mengurangi frekuensi kehadiran anak ke
sekolah, mengganggu konsentrasi belajar, mempengaruhi nafsu makan dan asupan
makanan sehingga dapat memengaruhi status gizi dan pada akhirnya dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik. Umumnya anak- anak memasuki usia
sekolah mempunyai risiko karies yang tinggi karena pada usia sekolah ini
anak-anak biasanya suka jajan makanan dan minuman sesuai keinginannya.
(Worotitjan, Mintjelungan, Gunawan, 2013: 60).
Pada usia 6-12 tahun diperlukan perawatan lebih
intensive karena pada usia tersebut terjadi pergantian gigi dan tumbuhnya gigi
baru. Pada usia 12 tahun semua gigi primer telah tanggal dan mayoritas gigi
permanen telah tumbuh. Anak memasuki usia sekolah mempunyai risiko mengalami
karies makin tinggi. Banyaknya jajanan di sekolah, dengan jenis makanan dan
minuman yang manis, sehingga mengancam kesehatan gigi anak. Ibu perlu mengawasi
pola jajan anak di sekolah. Jika memungkinkan, anak tidak dibiasakan untuk
jajan di sekolah sama sekali. (Worotitjan, Mintjelungan, Gunawan, 2013: 60).
Pada anak Sekolah Dasar, secara umum anak yang
mengalami karies gigi mulai dari umur 6-12 tahun, namun dari hasil berbagai
banyak penelitian yang mengalami karies gigi diantaranya anak berusia di bawah
12 tahun, salah satunya ialah anak berusia 10 tahun. Pemilihan anak 10 tahun
karena sebelumnya perlu diketahui bahwa terjadinya karies tidak berlangsung
dalam hitungan detik, melainkan dalam hitungan bulan ataupun tahun. Dimana
karies terjadi melewati beberapa tahap dan dipengaruhi oleh beberapa faktor di
dalamnya dan melewati beberapa proses dengan adanya proses demineralisasi dan
remineralisasi pada gigi.
Anak prasekolah mengalami proses pembentukan karies
karena kurangnya perhatian terhadap makanan sehari–hari dan menyikat gigi. Dan
pada umur 3- 6 tahun berdasarkan tahap tumbuh kembang, anak tersebut mulai
melakukan sesuatu berdasarkan keinginanya salah satunya mulai mencoba berbagai
rasa makanan dalam bentuk apapun sehingga dapat memberikan dampak buruk bagi
gigi apabila anak tersebut tidak memerhatikan solusi pencegahan timbulnya
karies.
Anak yang memiliki pola makan buruk pada tahun 3-6
tahun bisa saja menimbulkan terjadinya karies pada umur 10 tahun, karena
kebiasaan buruk yang dilakukan tersebut sebelum tanggalnya keseluruhan gigi
primer (susu) pada anak umur 10 tahun. Dapat diketahui mulai tanggalnya gigi
pada anak pada usia 6-8 tahun, dan tumbuhnya gigi permanen pada usia 12 tahun.
Dari adanya hal tersebut dapat ditarik kesimpulan ingin mengetahui anak umur 10
tahun dapat mengalami karies sebelum terjadinya penanggalan keseluruhan gigi
susu dan tumbuhnya gigi susu di umur 5-6 tahun pada rahang bawah dan umur 7-8
tahun pada rahang atas, mengalami “karies atau tidak”.
Menurut WHO (2003), bahwa 90% dari anak-anak usia
sekolah di seluruh dunia dan sebagian besar orang dewasa pernah menderita
karies. Menurut penelitian negara-negara Eropa, Amerika, dan Asia, termasuk
Indonesia, ternyata 80- 95% dari anak- anak dibawah umur 18 tahun terserang
karies gigi. (Yohandri, 2012 dalam Tamrin, Afrida, Jamaluddin, 2014, p. 14).
Umumnya penderita gigi berlubang tersebut adalah
anak-anak sesuai data Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). Pada tahun 2007,
penderita gigi berlubang di Indonesia mencapai 72,1 %. Dari persentase ini,
hanya satu persen yang berhasil ditambal. Survei Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2010 menunjukkan prevalensi penduduk Indonesia yang menderita
karies gigi sebesar 80% – 90% dimana diantaranya adalah golongan anak. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebesar 30% penduduk Indonesia
mempunyai masalah gigi dan mulut. Dilihat dari kelompok umur, golongan umur
muda lebih banyak menderita karies gigi dibanding umur 45 tahun keatas umur
10-24 tahun karies giginya adalah 66,8-69,5% umur 45 tahun keatas 53,3% dan
umur 65 tahun keatas sebesar 43,8% keadaan ini menunjukkan karies gigi banyak
terjadi pada golongan usia produktif. (Kartikasari, Nuryanto, 2014: 415).
Di Puskesmas Sikapak Pariaman Utara menunjukkan
prevalensi karies sebesar 37,6% dan yang mempunyai pengalaman karies sebesar
58,1%. Jenis perawatan yang paling banyak diterima penduduk yang mengalami
masalah gigi-mulut, yaitu ‘pengobatan’ (83,6%), disusul penambalan, pencabutan,
dan bedah gigi (46,8%). Konseling perawatan, kebersihan gigi dan pemasangan
gigi tiruan lepasan atau gigi tiruan cekat relatif kecil, masing-masing 10,7%
dan 4,8%.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut yang
diuraikan di atas maka penulis tertarik mengangkat tentang, Faktor Yang
Berhubungan Dengan Timbulnya Karies Gigi di Puskesmas Sikapak Pariaman Utara.
B.
Tujuan
Penelitian
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor yang berhubungan dengan timbulnya karies gigi pada wilayah
kerja Puskesmas Sikapak, Pariaman Utara.
Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui hubungan pola makan dengan timbulnya karies gigi pada wilayah kerja
Puskesmas Sikapak, Pariaman Utara.
b. Untuk
mengetahui hubungan kebiasaan menyikat gigi dengan timbulnya karies gigi pada wilayah kerja Puskesmas Sikapak, Pariaman
Utara.
c. Untuk
mengetahui hubungan produksi saliva dengan timbulnya karies gigi pada wilayah
kerja Puskesmas Sikapak, Pariaman Utara.
C.
Manfaat
Sebagai proses pembelajaran untuk mengembangkan
kemampuan dalam melakukan kajian ilmiah dibidang keperawatan serta syarat untuk
menyelesaikan studi. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan
ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi dunia keperawatan dalam kesehatan
khususnya mahasiswa (i) Poltekkes Kemenekes Semarang. Sebagai bahan referensi
untuk lebih meneliti dalam melakukan tindakan keperawatan terhadap anak yang
menderita karies gigi. Memberikan sumbangsih pengetahuan di bidang keperawatan gigi
dalam rangka pengembangan dan kemandirian profesi keperawatan gigi.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Gigi
Gigi adalah jaringan tubuh yang sangat keras dibanding
yang lainnya. Strukturnya berlapis-lapis mulai dari email yang keras, dentin
(tulang gigi) di dalamnya, pulpa yang berisi pembuluh darah, pembuluh saraf,
dan bagian lain yang memperkokoh gigi. Namun demikian, gigi merupakan jaringan
tubuh yang mudah sekali mengalami kerusakan. Gigi merupakan bagian dari alat
pengunyahan pada sistem pencernaan dalam tubuh manusia. (Irma, Intan, 2013:
10).
Manusia mempunyai 2 macam gigi dalam hidupnya yaitu
gigi susu (gigi primer) dan gigi tetap (gigi permanen). Gigi susu yaitu gigi
yang tumbuh mulai usia 6 bulan yang jumlahnya 20 buah. Sedangkan gigi permanen
(sekunder) yaitu gigi yang berangsur–angsur tanggal, berjumlah 32 buah yang
terjadi muncul usia 6 tahun sampai 14 tahun. Gigi terakhir (molar 3) akan
bererupsi pada masa usia 17 sampai 21 tahun. (Isro’in, Andarmoyo, 2012: 33).
Adapun
macam – macam gigi antara lain:
·
Gigi Seri (Incisivus)
Gigi ini letaknya berada di depan, bentuknya seperti
pahat dan berfungsi untuk memotong makanan (mastikasi) dan mengiris makanan.
Jumlahnya ada 8, dengan pembagian 4 berada di rahang atas dan 4 berada di
rahang bawah. Gigi seri susu mulai tumbuh pada bayi usia 4–6 bulan, kemudian
diganti dengan gigi seri permanen pada usia 5–6 tahun pada rahang bawah dan pada
usia 7–8 tahun pada rahang atas.
·
Gigi Taring (Caninus)
Posisi gigi ini terletak pada sudut mulut, bentuknya
runcing di sebelah gigi seri, dan merupakan gigi yang paling panjang dalam
rongga mulut. Fungsinya adalah untuk mengiris makanan. Jumlahnya ada 4, dengan
pembagian 2 ditiap rahang, 1 di kiri dan 1 di kanan. Gigi susu caninus ini
diganti dengan gigi caninus permanen pada usia 11–13 tahun.
·
Gigi Geraham Kecil
(Premolar)
Gigi ini jumlahnya 8, dengan pembagian 4 ditiap
rahang, 2 di kiri dan 2 di kanan. Gigi ini hanya ada pada gigi dewasa, dan
letaknya berada di belakang caninus. Tumbuh pada usia 10–11 tahun dan
menggantikan posisi dari gigi molar susu. Bersama gigi molar, gigi ini
berfungsi untuk melumatkan makanan.
·
Gigi Geraham (Molar)
Gigi molar susu berjumlah 8 seperti gigi premolar,
kemudian lepas pada usia 10–11 tahun dan digantikan oleh gigi premolar.
Sedangkan gigi molar permanen tumbuh di belakang gigi premolar setelah gigi
molar susu lepas dan digantikan oleh gigi premolar. Jumlah dari gigi molar
permanen adalah 12, dengan pembagian 6 di tiap rahang, 3 di tiap sisi kanan dan
kiri.
B.
Karies
Karies dalam bahasa Indonesia, sebenarnya bukan
istilah untuk lubang gigi. Dalam sebuah situs kedokteran gigi dijelaskan bahwa
“Karies adalah istilah untuk penyakit infeksi”, dimana karies yang terjadi pada
gigi disebut karies gigi. (Mumpuni, Pratiwi, 2013:6).
Karies
gigi adalah suatu
proses penghancuran setempat
jaringan kalsifikasi yang dimulai
pada bagian permukaan
gigi melalui proses dekalsifikasi lapisan
email gigi yang
diikuti oleh lisis struktur
organik secara enzimatis sehingga
terbentuk kavitas (lubang)
yang bila didiamkan akan
menembus email serta
dentin dan dapat
mengenai bangian pulpa (Dorland, 2010).Karies gigi merupakan proses
kerusakan gigi yang dimulai dari enamel terus ke dentin. Proses tersebut
terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors) di dalam rongga mulut yang
berinteraksi satu dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut
meliputi faktor gigi,
mikroorganisme, substrat dan
waktu (Chemiawan, 2004).
Karies gigi adalah kerusakan jaringan keras gigi yang
disebabkan oleh asam yang ada dalam karbohidrat melalui perantara
mikroorganisme yang ada dalam saliva. (Irma, Intan, 2013: 18).
Karies gigi pada anak umumnya terjadi pada saat mereka
masih memiliki gigi susu. Hal tersebut terjadi karena adanya plak yang menumpuk
dari sisa makanan pada gigi. Proses lepasnya gigi susu dan berganti dengan gigi
tetap biasanya terjadi sejak anak usia sekolah dasar berusia 6 sampai 8
tahun. Pada usia 12 tahun semua gigi
primer telah tanggal dan mayoritas gigi permanen telah tumbuh.
Adapun
perlu diketahui jenis-jenis karies berdasarkan stadium karies:
·
Karies Superfisialis
Karies
baru mengenai email saja, sedang dentin belum terkena.
·
Karies Media
Karies
sudah mengenai dentin tapi belum mengenai setengah dentin
·
Karies Profunda
Karies
sudah mengenai setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
C.
Etiologi
Ada empat kriteria utama yang diperlukan untuk
pembentukan karies: permukaan gigi (email atau dentin), bakteri penyebab
karies, substrat atau makanan (seperti sukrosa), dan waktu. Proses karies tidak
memiliki hasil yang tak terelakkan, dan setiap individu berbeda terhadap
kerentanan tergantung pada bentuk gigi, kebiasaan kebersihan mulut, dan
kapasitas produksi saliva mereka. (Hongini, Aditiawarman, 2012: 40).
Faktor
Penyebab Terjadinya Karies:
1. Host
(Gigi)
Gigi sebagai tuan rumah untuk hidupnya mikroorganisme
yang ada dalam mulut. Sembilan puluh
enam persen dari enamel gigi terdiri dari mineral, mineral ini terutama
hidroksiapit, akan menjadi larut bila terkena lingkungan asam. Pada gigi
produksi saliva memainkan peranan penting terhadap kemungkinan terjadinya
karies gigi. Kuman akan menempel pada permukaan gigi dan bagian yang tidak
dapat dibersihkan dengan air liur. Jika gigi kesulitan dibersihkan oleh air
liur maka bakteri akan diubah menjadi asam yang dapat membentuk lubang kecil
pada permukaan gigi.
2. Bakteri
Mulut mengandung berbagai bakteri mulut, tetapi hanya
beberapa spesies tertentu dari bakteri yang diyakini menyebabkan gigi karies:
Streptococcus Mutans dan Lactobacillus diantara mereka. Lactobacillus
Acidopilus, Actynomices Piscoccus, Nocardia spp, dan Streptococcus Mutans yang
paling dekat hubungannya dengan karies. Bakteri akan memanfaatkan makanan
terutama yang mengandung tinggi gula untuk energi dan menghasilkan asam.
3. Substrat
atau makanan
Dalam kehidupan sehari-hari kita makan-makanan yang
bermacam-macam. Makanan seperti nasi, sayuran, kacang-kacangan. Selain itu juga
jenis makanan yang lengket, lunak, dan mudah terselip di gigi dan sisa makanan
yang tertinggal pada permukaan gigi bila tidak segera dibersihkan maka akan
menimbulkan bakteri sehingga merusak gigi. Frekuensi makan lebih dari tiga kali
sehari, seperti 20 menit 1 kali makan makanan manis sehingga kerusakan gigi
akan lebih cepat. (Irma, Intan,
2013:19).
4. Waktu
Proses karies dapat mulai dalam beberapa hari gigi
tersebut meletus ke dalam mulut jika diet tersebut cukup kaya karbohidrat yang
cocok. Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama
berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri
atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila
saliva ada didalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam
hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. (Hongini,
Aditiawarman, 2012: 42).
D.
Epidemiologi
Masalah karies
gigimasih mendapat perhatian
karena sampai sekarang penyakit tersebut masih menduduki urutan tertinggi dalam masalah
penyakit gigi dan mulut, yaitu penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan
masyarakat Indonesia dan menempati urutan
keempat penyakit termahal
dalam pengobatan (Direktorat Kesehatan Gigi Departemen
Kesehatan RI,1994)
Berdasarkan
hasil riset kesehatan
dasar (Riskesdas) Indonesia tahun
2007 didapatkan peningkatan jumlah kerusakan gigi seiring dengan bertambahnya usia yaitu
pada kelompok usia 35-44 tahun DMF-T rata-rata 4,46 sedangkan kelompok usia >65
tahun sebesar 18,33. Keadaan
tersebut dapat disebabkan
karena kebersihan mulut yang
buruk. Hal ini dapat dilihat dari penduduk kelompok usia 55-64 tahun yang menyikat gigi dengan benar (sesudah
makan pagi dan sebelum tidur malam) 5,4
% sedangkan kelompok usia >65tahun hanya 3,5%.
Berdasarkan
teori Blum, status
kesehatan gigi dan
mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi
oleh empat faktor
penting yaitu keturunan,
lingkungan (fisik maupun social
budaya), perilaku, dan
pelayanan kesehatan.Dari keempat faktor tersebut,
perilaku memegang peranan
yang penting dalam
mempengaruhi status kesehatan gigi
dan mulut.Di samping
mempengaruhi kesehatan gigi
dan mulut secara langsung, perilaku juga dapat mempengaruhi faktor
lingkungan dan pelayanan kesehatan. Perilaku menurut Lewin merupakan fungsi
hubungan antara individu dan lingkungannya(Boedihardjo,1985
;Herijuliantidkk.,2001).
E.
Proses
Pembentukan Karies Gigi
Mulut merupakan tempat berkembangnya bakteri. Bakteri
akan mengubah gula dan karbohidrat yang dimakan menjadi asam. Bakteri ini ada
yang membentuk suatu lapisan lunak dan lengket yang disebut sebagai plak yang
menempel pada gigi. Plak ini biasanya sangat mudah menempel pada permukaan
kunyah gigi, sela-sela gigi, keretakan pada permukaan gigi, dan batasan antara
gigi dan gusi. Proses hilangnya mineral dari struktur gigi dinamakan
demineralisasi, sedangkan bertambahnya mineral dari struktur gigi dinamakan
remineralisasi. Kerusakan gigi terjadi apabila demineralisasi lebih besar dari
pada proses remineralisasi.
Asam yang merusak dalam bentuk plak menyerang mineral
pada permukaan luar email gigi. Erosi yang ditimbulkan plak akan menciptakan
lubang kecil pada permukaan email yang awalnya tidak terlihat. Bila email
berhasil ditembus, maka dentin yang lunak dibawahnya dapat terkena. Bila
bakteri sampai ke pulpa yang sensitif maka terjadi peradangan pulpa. Pembuluh
darah dalam pulpa akan membengkak, sehingga timbul rasa nyeri. (Ramadhan, 2010:
56)
F.
Tanda
dan Gejala Karies Gigi
Tanda awal dari lesi karies adalah bercak putih pada
permukaan gigi, ini menunjukkan area demineralisasi enamel, dan dapat berubah
menjadi cokelat tapi akhirnya akan berubah menjadi sebuah kavitasi (rongga).
Sebuah lesi yang muncul cokelat dan mengkilat menunjukkan karies gigi pernah
hadir tapi proses demineralisasi telah berhenti, meninggalkan noda. Sebuah
bercak cokelat yang kusam dalam penampilan mungkin tanda karies aktif. Setelah
pembusukan melewati email, dentin, yang memiliki bagian-bagian ke saraf gigi,
dapat menyebabkan sakit gigi serta linu pada gigi yang berlubang apabila gigi
tersebut terkena ransangan dingin, panas, makanan asin dan manis. Rasa sakit
dan linu akan menghilang sekitar 1 sampai 2 detik setelah ransangan
dihilangkan. Gigi karies juga dapat menyebabkan bau mulut. (Hongini,
Aditiawarman, 2012: 39).
G.
Pencegahan
Karies
Pengenalan karies pada tahap dini sangat diperlukan
sehingga akan didapatkan hasil yang maksimal dari tindakan preventif dan
restorasi. Pada saat ini, sebagian besar anak–anak usia 5 tahun masih banyak
yang belum melakukan pemeriksaan pertamanya ke dokter gigi. Orang tua
seharusnya mendorong dan membawa anak mereka untuk chek up kesehatan gigi
sesegera mungkin setelah anak memiliki gigi, yaitu biasanya pada usia 6 bulan.
Usaha
– usaha pencegahan karies gigi:
1) Penyuluhan
diet
Diet merupakan salah satu faktor yang penting dalam
melakukan pencegahan karies. Untuk anak–anak dengan masalah karies yang berat,
dokter gigi harus mengevaluasi semua faktor etiologi termasuk pola makan dan
diet. (Achmad, 2012: 19).
2) Pemberian
fluor
Pemberian fluor merupakan hal yang efektif dalam
mencegah karies karena kombinasi dalam penggunaannya untuk tujuan yang sama.
Tujuan utama pemberian fluor adalah untuk meningkatkan remineralisasi email
gigi dan meningkatkan resistensi email terhadap demineralisasi serta menurunkan
produksi asam di dalam plak. Tambahan pemberian flour dapat berupa tetes atau
tablet. Obat ini biasanya dikumurkan dalam mulut sekitar 30 detik kemudian
dibuang.
3) Pemeliharaan
oral hygiene
Pemeliharaan oral hygiene sangat penting dilakukan
untuk mencegah terjadinya karies gigi. Tujuan dari kebersihan mulut adalah
untuk meminimalkan penyakit etiologi di mulut. (Achmad, 2010: 20).
4) Penyuluhan
kesehatan gigi di sekolah
Penyuluhan tentang kesehatan gigi ini sering ditujukan
pada anak–anak diharapkan mampu menjaga dirinya untuk mencegah terjadinya
penyakit gigi dan mulut setelah dilaksankan penyuluhan di sekolah, serta mampu
mengambil tindakan yang tepat apabila ada gejala–gejala pada kelainan pada gigi
dan mulutnya. Peningkatan pemahaman kesehatan gigi dan mulut siswa dapat
diwujudkan dengan mendirikan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Kegiatan dari
UKGS meliputi pendidikan, pencegahan, dan pengobatan akan tetapi dapat juga
menghadirkan seorang dokter gigi yang melakukan kunjungan rutin ke sekolah
tersebut bila diperlukan. (Achmad, 2010:20).
H.
Perawatan
Karies
Perawatan gigi anak memerlukan suatu perencanaan yang
baik dan sehingga anak mendapatkan perawatan yang seoptimal mungkin. Pada
dasarnya perawatan gigi anak harus tuntas artinya harus selesai tanpa
menimbulkan sakit lagi (Achmad, 2013:14).
1)
Perawatan awal adalah
perawatan pada masing-masing gigi yang mengawali perawatan selanjutnya.
Perawatan awal antara lain adalah pembersihan gigi, pemberian obat sistemik
(misalnya antibiotik), perawatan endodontik, dan pencabutan. Antibiotik yang
diberikan misalnya obat yang tidak berpengaruh terhadap perubahan warna gigi
antara lain preparat eritromisin, amoxillin, dan ampicillin.
2)
Perawatan akhir seperti
pembuatan gigi palsu, pencabutan dan penambalan gigi.
I.
Pengobatan
Karies
Tujuan pengobatan adalah untuk melestarikan struktur
gigi dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada gigi. Secara umum, pengobatan
dini kurang menyakitkan dan lebih murah dibandingkan pengobatan kerusakan yang
luas. Anastesia, nitroksida atau medicantiosa resep lain mungkin diperlukan
dalam beberapa kasus untuk menghilangkan rasa sakit selama atau setelah
pengobatan atau untuk mengurangi kecemasan selama pengobatan. Sebuah handpiece
gigi (bor) digunakan untuk menghapus sebagaian besar bahan yang membusuk dari
gigi. (Hongini Aditiawarman, 2012: 53).
J.
Kebiasaan
Menyikat Gigi
a. Definisi
Menyikat Gigi
Menyikat gigi adalah membersihkan gigi dari partikel
makanan, plak, bakteri, dan mengurangi ketidaknyamanan dari bau dan rasa yang
tidak nyaman. Kebiasaan menyikat gigi merupakan suatu kegiatan atau rutinitas
dalam hal membersihkan gigi dari sisa–sisa makanan untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan gigi dan mulut (Tamrin, Afrida, Jamaluddin, 2014: 17).
Dengan melihat efisiensi waktu dan saat makannya serta
hasilnya, frekuensi sikat gigi yang baik
bagi anak adalah dua kali sehari. Teknik menyikat gigi pada anak harus
merupakan teknik menyikat sederhana dan mudah dimengerti.
Anak usia sekolah biasanya kurang kesadaran untuk
memerhatikan perilaku kebersihan mulut sehingga kesehatan gigi anak berkurang.
Peningkatan kebersihan mulut dilakukan dengan menggunakan sikat gigi yang
dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi secara teratur. Usia paling rentan
terjadi karies gigi adalah usia 4-8 tahun pada gigi primer dan 12-18 tahun pada
gigi tetap.
b. Cara
menyikat gigi
Cara menyikat gigi yang benar 4 tepat 5 sempurna.
Dimana saat ini banyak yang bertanya bagaimanakah cara menyikat atau
membersihkan gigi yang tepat dan efektif?
Kita hanya perlu mengingat 4 tepat saja yaitu tepat
alat, tepat cara, tepat waktu, dan tepat target. Sementara kebanyakan orang
maunya yang cepat – cepat saja yaitu cepat mulai dan cepat selesai yang
akhirnya gigi juga jadi cepat berlubang. (Erwana, 2013:19).
c. Tepat
alat
Tepat alat disini maksudnya adalah harus benar dalam
memilih alat yang digunakan untuk membersihkan gigi, yaitu sikat gigi. Berikut
adalah kriteria sikat gigi yang baik ialah gagang sikat harus lurus supaya
memudahkan mengontrol gerakan penyikatan. Kepala sikat tidak lebar, bulu sikat
halus dan membuat supaya tidak melukai jaringan lunak lain seperti pipi, gusi,
saat menyikat gigi bagian belakang. Sikat gigi hendaknya diganti
sekurang-kurangnya setiap tiga bulan sekali.
d. Tepat
cara
Berikut adalah gerakan menyikat gigi yang tepat :
·
Gerakan untuk bagian luar
gigi depan yaitu ke atas dan ke bawah jangan digosok dengan gerakan menyamping
bolak-balik karena bisa menyebabkan gusi menjadi “iritasi”.
·
Bagian luar gigi belakang
jangan digosok dengan gerakan naik turun, tetapi dengan gerakan maju–mundur
atau memutar. Gerakan naik turun tidak efektif membersihkan gigi belakang
bagian luar.
·
Untuk bagian dalam dari
gigi depan dan belakang harus disikat dengan gerakan menarik.
e. Tepat
waktu
Menyikat gigi pagi hari dilakukan setelah sarapan
bukan saat mandi pagi, kecuali jika mandi paginya setelah sarapan. Sedangkan
waktu menyikat gigi pada malam hari adalah sebelum tidur, bukan setelah makan
malam. Namun terdapat pula waktu menyikat gigi sebaiknya lebih dari 2 kali
sehari yaitu pada waktu selesai makan dan menjelang tidur. Menyikat gigi
setidaknya 2-3 menit. Pada kesempatan dimana kita tidak mungkin melakukannya
segera setelah makan, dianjurkan untuk berkumur dengan air putih.
f.
Tepat target
Meliputi tepat membersihkan daerah yang perlu
dibersihkan. Gigi bukan hanya bagian depan dan bagian luar saja namun, gigi
juga ada di bagian belakang dan dalam. Bagian ini biasanya tidak bahkan lupa
untuk dibersihkan, sehingga memudahkan terjadinya plak.
g. 5
Sempurna
Setelah 4 tepat, saatnya untuk 5 Sempurna dengan
menggunakan alat bantu. Daerah gigi dan mulut yang perlu dibersihkan adalah
gigi, pipi, lidah, dan langit–langit. Jadi selain sikat gigi, kita perlu
menggunakan alat bantu. Pilihan yang bisa digunakan sebagai alat bantu dalam
membersihkan gigi adalah pembersih lidah, obat kumur, dan benang gigi.
Menurut Dingwal (2013: 52-54) peralatan yang dapat
digunakan dalam pembersihan gigi adalah sebagai berikut:
·
Pasta gigi
Pasta gigi adalah produk pembersih mulut yang paling
banyak digunakan meskipun tidak signifikan dalam menghilangan plak. Jenis pasta
gigi tertentu bermanfaat dalam pencegahan kerusakan. Pasta gigi anak
dimaksudkan untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi geligi dan dapat
memberikan rasa serta aroma yang nyaman dalam rongga mulut. Pasta gigi untuk anak
diproduksi dengan kemasan yang bergambar dan berwarna. (Sariningsih, 2012:
206).
Dosis toksik fluorida untuk anak-anak adalah 5 mg/kg
berat badan. Pasta gigi reguler mengandung ion fluorida sampai 1 mg per gram
pasta sehingga pasta seukuran kepala sikat penuh mengandung sekitar 1,5 mg ion
fluorida. (Tarigan, 2013:82).
·
Penggunaan obat kumur
Membersihkan mulut sebagai bagian dari hygiene dasar
memerlukan larutan yang efektif dan lembut bagi pasien. Berkumur dengan
menggunakan kadar flour. Berkumur flour diindikasikan untuk anak yang berumur
di atas enam tahun dan orang dewasa yang mudahterserang karies. Kumur-kumur
antiseptik yang lebih murah dan cukup efektif untuk anak adalah air garam
hangat.
·
Benang gigi
Penggunaan benang gigi merupakan metode pilihan untuk
membersihkan permukaan celah diantara dua gigi. Benang gigi tersebut terbuat
dari bundel nilon tipis atau plastik atau pita sutra yang digunakan untuk
menghilangkan makanan dan plak gigi dari gigi. Benang ini lembut disisipkan
diantara gigi dan digoreskan disepanjang sisi gigi, terutama dekat dengan gusi.
Peranan TGM (Terapis Gigi dan Mulut) dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas
Tugas
pokok :
·
Menyiapkan
alat/bahan/obat/sarana lain untuk pelayanan di unit layanan gigi
·
Melakukan pemeriksaan
terhadap pasien di unit layanan gigi
·
Mencatat data pasien di
buku registrasi unit layanan gigi
·
Menjaga, memelihara, dan
bertanggung jawab atas sarana dan prasarana di
unitnya
·
Melakukan pencatatan dan
pelaporan di unit layanan gigi secara berkala setiap bulan
·
Melaksanakan tugas dinas
lainya yang diberikan oleh atasan
Tugas
Tambahan :
·
Memprogram dan
melaksanakan kegiatan UKGS
·
Secara berkala setahun
dua kali, melakukan pemeriksaan gigi dan memberikan penyuluhan
·
Dalam dunia kesehatan
terdapat beberapa profesi yang berperan untuk memberikan pelayanan kesehatan,
seperti dokter, dokter gigi, perawat, perawat gigi, apoteker, ahli gizi, dan
lain sebagainya.
Masyarakat khususnya masyarakat awam masih
berpikir bahwa profesi kesehatan
mempunyai peran dan fungsi yang sama saat memberikan pelayanan kesehatan.
Sebenarnya setiap profesi mempunyai peran dan fungsi masing-masing dalam
pelayanan kesehatan dan telah diatur batasan peran dalam pelayanan
kesehatan. Pembatasan peran ini
dikarenakan setiap profesi kesehatan memiliki pengetahuan, keahlian, dan
keterampilan yang berbeda-beda. Peran dan fungsi masing-masing profesi kesehatan
professional sangat memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih,
bercahaya dan didukung oleh gusi yang sehat, yaitu gusi yang kencang dan
bewarna merah muda. Untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal, maka
harus dilakukan perawatan secara berkala, sehingga didapatkan kondisi gigi dan
jaringan rongga mulut yang sehat. Hal tersebut dapat dicapai dengan
memeriksakan kesehatan gigi dan mulut ke dokter gigi setiap enam bulan sekali
dan bukan hanya apabila terdapat keluhan saja.
B.
SARAN
Dengan perawatan kesehatan diri yang khususnya rongga
mulut, seperti sikat gigi secara teratur. Maka resiko terjadinya karies gigi
dapat dikuranggi lapisan enamel gigi yang tipis mudah mengalami kerusakan
terutama pada gigimolar sebelum terjadinya karies pada gigi periksalah gigi
anda ke dokter gigi enam bulan sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad
Harun. (2010). Karies dan Perawatan Pulpa Pada anak Secara Komprehensif.
Makassar: Bimer.
Alim
Sabri & Fatimah. (2014). Pola Makan dan Kebiasaan Menggosok Gigi Dengan
Timbulnya Karies Gigi Pada Anak. Journal of Pediatric Nursing,1(3), 131-136.
Erwana
Ferry Agam. (2013). Seputar Kesehatan Gigi dan Mulut. Yogyakarta: Rapha
Publishing.
Hidayat
Alimul Aziz.A. (2012). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
Hongini
Yundali Siti, & Aditiawarman,S.H., Hum. (2012). Kesehatan Gigi dan Mulut;
Buku Lanjutan Dental Terminology. Bandung: Pustaka Reka Cipta.
Irma
Z Indah, & Intan Ayu,S. (2013). Penyakit Gigi, Mulut dan THT. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Isro’in
laily, & Andarmoyo Sulistyo. (2012). Personal Hygiene Konsep Proses &
Aplikasi Dalam Prakktik Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kartikasari
Yuwan Hana, & Nuryanto. (2014). Hubungan Kejadian Karies Gigi Dengan
Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar. Journal Of
Nutrition Collage, 3(3), 414-421.
Ramadhan
Gilang Ardyan. (2010). Serba Serbi Kesehatan Gigi & Mulut. Jakarta: Bukune.
Riskesdas.
(2007). Profil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007.
Makassar.
Sariningsih
Endang. (2012). Gigi Busuk dan Poket Periodontal Sebagai Fokus Infeksi.
Jakarta: Elexmedia Komputindo.
Soegeng
Santoso, M.Pd., & Ranti Lies Anne,M.Pd. (2009). Kesehatan dan Gizi.
Jakarta: EGC
Sulistyoningsih
Hariyani. (2011). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suyanto.
(2011). Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika
41
Tamrin
Masriadi, Afrida, & Jamaluddin Maryam. (2014). Dampak Konsumsi Makanan
Kariogenik dan Kebiasaan Menyikat Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Anak
Sekolah. Journal Of Pediatric Nursing, 1(1), 014-018.
Tarigan
Rasinta. (2013). Karies Gigi, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Wangidjaja
Itjiningsih. (2014). Anatomi Gigi, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Worotitjan
Indry, Mintjelungan Christy N, & Gunawan Paulina. (2013). Pengalaman Karies
Gigi Serta Pola Makan dan Minum Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Kiawa Kecamatan
Kawangkoan Utara. Journal e-Gigi (eG),1(1), 59-68.
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusajoqq^^com
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajopk.club....^_~
segera di add Whatshapp : +855969190856